Ku seruput tetes demi tetes greentea pait yang ada di
cangkir ku sore ini. Tarian kata di tuts keyboard ku enggan berhenti
mengalirkan cerita yang ada di ujung kepala ini seakan membludak ingin di
terbitkan. Akan kubuat seperti apa kisah ini selanjutnya?
Kuputar kembali screen di layar handphone ku berharap sms
itu dapat kubalas sebagaimana mestinya. Aku sangat berterimakasih terhadap
perhatiannya tetapi, kemunafikannya membuat aku mual untuk membalas kata-kata
sayangnya. Benar sekali, apalah aku tanpa dia di tahun-tahun terakhir ini.
Entahlah akankah lebih baik kisah ini di akhirnya atau bahkan lebih parah.
Hari demi hari setelah
monster itu datang Ayah selalu terlihat murung, biasanya Ayah akan meminta
dicarikan ubannya untuk kemudian ditukar satu helainya dengan uang 500 an, tapi
akhir-akhir ini sering kudapati Ayah terisak di pinggir Kolam ikan tempat aku
dan keluarga ku mencari makan sehari-hari. Semenjak Ayah di berhentikan sepihak
oleh Bosnya yang ada di Sekolahan, makanan sehari-hari untuk kami makan
didapakan dari Kolam tempat Ayah menangis, di Kolam itu terdapat beberapa jenis
ikan yang aku juga tak tau apa saja nama nya. Biasanya aku menamakan ikan itu
semua nya adalah “KanKan” begitu juga Gafi, dia sangat senang saat melihat kail
Ayah disangkuti oleh Kankan. Sayur untuk makan sehari-hari juga didapatkan dari
tanaman yang berada di pinggir kolam ikan tersebut. Rasanya segar sekali, tanpa
petstisida.
Siang hari disini
terasa sangat menyengat, walaupun lokasi tempat tinggal kami yang berada
ratusan meter diatas permukaan laut dan berudara sejuk tetap tak membuat panas
matahari berhenti mengeluarkan keringat-keringat kami. Kali ini kudapati lagi
Ayah terisak dekat tempat tinggal Kankan. Kali ini kaki kecil ini tak mampu
untuk mendiamkan hal ini.
“masihkah karna wanita
kemaren yang membawa undangan wangi itu Yah?” Ayah terkejut melihat
kedatanganku, seketika dipeluknya aku lebih erat dari biasanya. Tanpa Ayah
menjawab aku tau jawabannya adalah IYA.
Siapa dia? Berani sekali
membuat Ayah menangis seperti ini.
Hari selanjutnya
kulihat Ayah dan Mamak sering sekali berbicara dengan nada yang keras. Sesekali
malah tertangkap kata yang kasar pula dari mulut mamak. Ada apa sebenarnya yang
terjadi ? kali ini aku bergandengan tangan dengan Gafi sambil bersembunyi
dibawah kolong meja belajar. Kami berdua sangat takut mendengar suara-suara
tinggi di rumah kami bergema dari ayah dan mamak. Akhir dari suara itu ku
dengar bunyi melengking yang nyaring, tebakan ku berasal dari piring pecah dan
teriakan mamak.
“Gafi jangan nangis,
ado Ayug, tenanglah, besok kalau laa besak Ayug bakal jadi Power Rangers Pink
biar bisa ngelindungin Gafi” Gafi tetap tak mau menghentikan tangisnya yang
tertahan, hanya bulir air mata dan tangan yang menutup telinga yang menjawab
perkataanku.
“ayug janji gafi..
akan kulindungi kau dengan apapun di dunia ini”
Sudah 1 bulan semenjak
si monster datang kerumah kejadian aneh terus datang pada keluarga kami. Kali
ini ayah kejadian besar terjadi, tiba-tiba di suatu hari Ayah mengajak Gafi
pergi dengan membawa beberapa baju. Hanya Gafi yang diajak. Ayah menjanjikan
Gafi untuk pergi ke Kota menghadiri undangan seorang kerabat Ayah. Saat itu
Gafi senang sekali akan pergi ke Kota seperti yang di janjikan Ayah. Beruntung
sekali adik ku satu itu. Jangankan pergi ke Kota, pergi ke Pasar Malam di desa
inipun aku tak pernah.
“Pegi
dulu yo yug, Agek kalau Ayah pegi jangan lupa siram semua tanaman di tepi kolam
ikan ya, dag usah mancing kalau dag pacak, agek ambek bae ikannyo pake jaring. Cak
nyo pacak laa dapat banyak Kankan kalian. jangan nakal. jadi orang hebat ya Nak nantinya. Dimanapun ayah berada percayalah ayah selalu bangga dengan anak-anak ayah” Sekali lagi ayah memelukku erat
seperti saat ku lihat dia menangis di pinggir kolam. Diciumin nya pipi kanan
dan kiri ku seakan enggan lepas. Gafi yang memakai tas punggung gambar power
ranger tampak tak sabar meninggalkan rumah. Berkali-kali kulihat adikku ini
tampak gagah sekali dengan pakaian bersih yang hanya sedikit dia punya.
“Coba panggil dulu
mamak, ayah laa mau berangkat” Berjam-jam Ayah duduk diluar tak juga mamak
menghampiri untuk mengantarkan kepergian mereka sehingga Ayah pun mengamanatkan
aku untuk memanggil mamak yang berada di kamar.
“bangun mak, ayah laa
mau pegi” kuguncang-guncang badan mamak, tak jua badannya bergeming. Hanya deheman
pelan menandakan beliau masih bernafas
“cepat la mak,, kagek
ayah pegi nian” kuulangi perkataan tersebut berkali-kali. Mata mamak tak jua
terbuka. Aku menyerah. Begitupun ayah. Hanya Gafi yang masuk ke kamar mamak
berpamitan dan mencium kening mamaknya. Sebelum berpisah Gafi memberikan mainan power ranger nya pada ku
"Gafi titip ranger pink yo yug, kalau pink kan punyo cewe, agek gafi balek gafi ambil lagi" senyuman khas dari giginya menjadi senyuman terakhir yang takan pernah aku lupakan.
Ayah dan Gafi pergi,
meninggalkan aku dan mamak di desa ini untuk ke Kota menemui kerabtnya yang
kemudian aku tau bahwa kerabatny adalah monster itu.
Iya monster yang akhirnya merebut Ayah dan Gafi untuk selama-lamanya.
Berbulan-bulan Ayah
dan Gafi tak pernah ada kabar, Mamak semakin kurus adanya, Kankan semakin lama
semakin menipis kesediannya. Sudah 14 bulan 22 hari dan Ayah belum pulang. Mamak
pun tak berusaha mencarinya. Mamak tak pernah menangis sekalipun aku sering
mengintipnya pada malam-malam, tak pernah ku pergoki mamak menangisi Ayah
ataupun Gafi yang tak pernah pulang.
Hari ini tepat 22
Bulan 17 hari Ayah dan Gafi pergi aku melihat mobil mewah lainnya datang parkir
di dekat kolam Kankan. Mobil kali ini lebih bagus dari mobil-mobil sebelumnya
yang pernah kulihat. Warnanya putih, kursinya cantik, pasti yang punya orang
hebat batinku dalam hati. Dari mobil tersebut keluar seseorang yang sangat
kubenci. Ya. Siapa lagi kalau bukan monster itu. Wanita monster itu kali in
memakai jaket hitam, levis lusuh, sepatu yang sudah menguning dan kerudung
alakadarnya. Gayanya kontras sekali dengan mobil yang dia gunakan. Mungkin
sebagian orang akan mengira dia adalah sopir perempuan dari pemilik mobil itu.
Kali ini monster
tersebut menyapaku dengan senyuman sebelah bibirnya. Lalu berjalan perlahan menghampiriku.
Saat itu beberapa pikiran buruk berkecamuk dalam diri, akankah wanita monster
ini hendak menculikku dan menghilangkan aku dari dunia ini seperti yang
dilakukannya pada Ayah dan Gafi, ataukah wanita ini hendak mencincangku lalu
membuang mayatku dalam kolam kankan. Semakin dekat wanita itu semakin aku dapat
mencium wangi strawberry dari pakaiannya. Wanita itu semakin dekat dan aku
hanya mampu terpaku terdiam sembari menerka apa yang akan dia lakukan
selanjutnya.
“Hai.. jumpa lagi. Masih
tetap ingusan yah. Apa kabar ?” sapa wanita itu yang kemudian mencari
batang kayu yang bisa ia duduki.
“kaa...bbb...aar baikk
yug” jawab ku sekenanya
“mamak kau ada? Ah ..
malas sekali aku jumpa dengannya, ini kutitipkan surat dari ayahmu untuk kau
dan mamak kau”
Mendengar nama ayah
seketika hatiku berdesir, sedih sekali mendengar nama Ayah yang hampir dua
tahun telah pergi meninggalkan kini dikumandangkan. Aku menerima surat itu
dengan tangan begetar tanpa menatapnya.
“ingat saja, kalau kau
butuh bantuan akan kubantu sebisaku. Gak usah ngarep Ayah dan Adik kau bisa
pulang lagi. Kau baru menunggu berapa ? 1 tahun? 2 tahun? Hahahaha... aku
bahkan lebih dari itu. Malah aku senang dia pergi dan tak kembali, surga sekali
rasanya tak ada dia. Kelak setelah dewasa kau akan mengerti betapa
mengerikannya dia. Syukurlah dia meninggalkanmu sendiri.
Mungkin dia tau bahwa
kau yang mampu hidup nantinya”
Ucapannya kali ini
membuat beberapa bulir air mata ku menurun derasnya.tangan ku bergetar hebat. Wanita
di sebalahku memelukku melihat kondisi ini. Tak bisa kupungkiri pelukannya yang
hangat membuat aku menangis dan bersandar dipundaknya dalam dalam. Mengapa wanita
ini mengatakan hal seperti itu ? apakah ayah juga dulu meninggalkannya? Apakah kini
giliranku yang akan di tinggalkannya? Lalu mengapa dia membawa Gafi dan aku
tidak? Mengapa ?
"Jadi ayah dimana ?" tanyaku mengakhiri rasa pertanyaanku yang banyak selama ini.
"jangankan Kau. Aku menghampirinya dengan rendah hati memintanya untuk menjadi wali seumur hidup sekali pun dia tak datang"
Kini aku melihat gelap yang semakin nyata. Perempuan itu benar-benar monster adanya. Membawa berita bahwa kini aku menjadi Yatim adanya. Wanita yang memiliki pelukan hangat itu, membawa kenyataan yang sangat takut aku gemakan.
Kembali
aku mengingat saat dimana perih itu terasa, tertinggal dari mereka yang
disayang. Beberapa memang pantas ditinggalkan bukan karena mereka terbuang,
tapi karena Tuhan punya cara lain untuk memeluk dan merangkul dan naik
beribu kali derajat dibandingkan saat bersama. Beberapa telpon pencarian dari
kenyamanan pun tak lagi kurasakan dari entah laa yang sulit kusebutkan namanya
bahkan insialnya pun tercekat di tenggorokan.
Ku hirup tetes terakhir greentea yang bersisa di cangkirku. Kuselesaikan
kata terakhir dengan menggantung adanya. Aku berhenti berharap bahwa kehidupan
nyata ku lebih baik dibanding khayalanku jua. Namun nyatanya cinta memang
mendendam adanya, di agungkan pada pertama di hancurkan pada akhirnya. Terimakasih
untuk membiarkan aku terlepas dari beban kata, perwakilan Sepri membuat aku
merasa sebagian kehilanganku tersampaikan.
Untuk dia dan Ia, terimakasih menjadikan idola yang ku
idamkan berubah menjadi sampah adanya.