Aku Rindu Ayah (Cerita Bersambung Part I )


ini adalah salah satu real hasil tulisan tangan saya yang kesekian dalam segi cerpen , yang akan saya buat bersambung. selamat menikmati .
 
Chapter I
Kuhirup perlahan udara, kudengar sambaran halilintar bersaut dengan gemuruh yang membakar telinga pendengar. Sukma ku berteriak, menangis menjerit membalas sang Guntur seakan ingin menunjukan bahwa sang pemilik raga lebih kuat dari sang alam. Terselip ketakutan dari getir-getir bernanah akan luka hati yang belum juga sembuh, kini di tambah sebuah borok yang membusuk. Sebuah penyakit yang kini makin menambah nanar nya nanah di luka hati. Ya, aku memang terluka. Getir menghadapi hidup. Jiwa ini terasa puas berdiri menantang semuanya sendiri. Kegetiran ini, ah rasanya tidak ada lagi kata-kata yang sanggup untuk aku ungkapkan.

Terlintas sebuah memori di otak. Ayunan, tarian, lenggokan air mata di pipi beliau melintas di mata, hangatnya darah masih terasa di nadi. Ku ucapkan terimakasih yang sangat atas nadi yang kau getarkan sampai hari ini. Ku ucapkan terimakasih kepada semua  tercipta yang membuatjari-jari ku menari lincah di tuts laptop sederhana peningalan seorang pembohong besar idolaku. Lelaki yang selalu ku puja namun durjana. Lelaki yang ku idolakan namun tak lebih dari sebuah boneka Tuhan yang bertindak seenaknya.

Tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang telah menyumbangkan darah nya mengalir di tubuh ku. Aku persembahkan untuk kalian. Dan untuk mereka yang menaruh rasa sayangnya untuk diriku. Itupun kalau masih ada.

Kuputar-putar handphone ku beberapa kali, namun tetap juga tidak menghilangkan rasa bosanku pada kata-kata yang kuciptakan sendiri. Tak puas jua rasanya ku tekan tombol backspace pada keyboard berjuta kali hari ini hingga rasanya bosan sang telunjuk memencet tombol tersebut. Inbox yang daritadi menunggupun tak jua ku cek isinya. Aku sudah tau siapa pengirim setia inboxku dan apa isinya. Tentu dialah yang selalu setia menemani kebosananku pada dunia ini, menemaniku setiap harinya beberapa tahun terakhir ini melewati hari-hari dengan beberapa topeng kebohongan hidup aku ini. Entah apa motivasinya menemani hidup yang jiwa ku pun sendiri bosan menemani ragaku sendiri.

Tiba-tiba aku mendapat ide untuk menulis sesuatu.

                beberapa orang memanggilnya seprie, terkadang orang-orang memanggilnya seprai. Tergantung dari mereka hendak memanggil bocah itu dengan sebutan apa. Bahkan ada dari pula yang menggelarinya dengan sebutan asep. Toh yang di panggil juga tetep adem ayem aja dengan nama yang di cantumkan pada dirinya ibarat label nama tersebut gamblang terpampang di jidat sang bocah. Seprie sibuk menyedot nyedot ingus yang naik turun dari hidungnya. Rambutnya awuk-awukan hitam lurus tebal namun sayang sekali begitu tak terawat. Iya masih tidak mengerti mengapa ada seorang wanita yang tiba-tiba datang dan mengharuskan dia memanggilnya kakak. “ayu,,,,g,, a,, yu,,,g ” janggal sekali rasanya hal itu terucap di bibir mungilnya. Ah rasanya berat sekali memanggil orang itu dengan sebutan khas kakak perempuan bagi orang sumatera selatan ini. Orang yang tiba-tiba datang dan tidak mau mencium tangan mamak. Karena yang dia tau, kakaknya adalah siapa-siapa saja yang sedari dia lahir diperkenalkan kepada dirinya. lalu siapakah wanita ini. Wanita cantik namun sangat asing di mata. Berulang kali dia tatap wanita cantik yang mungkin berumur 25 tahun itu.

“aku datang kesini hanya ingin mengirim mu undangan ini” wanita yang dipaksakan di panggilnya kakak memberikan sebuah surat bewarna biru yang cukup tebal yang harum parfum kertas itu mampu tercium olehku walaupun cairan lendir di hidung ini menghambatnya, namun wangi kertas itu tetap mampu tercium olehku. Segudang pertanyaan masih berkecamuk dalam pikiranku yang masih berumur 8 tahun ini. Sekilasku lihat kilauan air mata dari ayah. Aku tak mengerti mengapa ayah menangis. Mengapa semuanya berubah seketika? Dia  benci sekali dengan wanita ini! Ia seperti monster yang datang di siang hari. Mimpi buruk di siang hari. Siapa sebenarnya dia?

0 komentar:

Posting Komentar